Sunday, May 1, 2011

Molly&Sycamore "Turning table"











Suatu hari di pojokan kota, terdapat suatu rumah kumuh yang terlihat berbeda dengan rumah di sekitarnya. Rumah itu menjulang tinggi diantara rumah-rumah disekitarnya. Rumah tersebut langsing dengan atap berwarna abu-abu. Para tetangga menamakannya rumah diam. Mengapa rumah diam ? bukan karena rumah itu selalu diam, bahkan sebaliknya, rumah itu selalu berisik. Para tetangga sudah bosan dengan kebisingan yang dibuat oleh rumah itu. Teriakan hingga suara piring pecah sudah biasa untuk mereka.
Yang tidak biasa adalah apa yang ada di dalam rumah tersebut. Semua orang senang menebak-nebak apa yang terjadi di balik pintu rumah rumah orang lain atau melirik bayangan jendela rumah sebelah. Tapi tahukah kamu bahwa itu sebenarnya tidak sopan ? tahukah kamu ?


Molly tahu. Menurut mereka, para tetangga tidak sopan. Menyebarkan rumor, rumor ? hmm.. hal yang lucu tentang rumor. Rumor membuat orang pikun. Tahukah kamu tahukah ? mengapa pikun ? karena saat mereka membicarakan rumor tentang keburukan orang lain, mereka menjadi lupa diri bahwa sebenarnya mereka tidak lebih baik daripada orang yang mereka bicarakan.
Molly adalah anak perempuan ceria berumur 14 tahun yang tinggal di rumah diam. Rambutnya panjang, kukunya gerepes karena sering dia gigit, metanya belo, dan dia cukup tinggi untuk ukuran anak seusianya. Badannya kurus sekali, dan dia tidak pernah mengeluh lapar. “Perut jangan berisik, Ibuku terlalu sibuk untuk memuaskanmu.”, bisiknya sambil mengelus perutnya yang kelaparan.
 
Ibunya, Mary, adalah ibu paruh baya yang cukup sibuk. Dia sibuk untuk menghidupi keluarganya. Dia menghabiskan banyak waktunya untuk bekerja, paginya  ia bekerja di pabrik tekstil di komplek seberang, sorenya ia menjalani kehidupan malam. Kehidupan yang Molly tidak pernah tahu seperti apa. Dia sendiri tahu istilah ‘kehidupan malam’ dari tetangga. Pikirnya, mungkin ibu bekerja di kantor yang hanya bekerja malam. Ia tidak tahu dan tidak mengerti, ibu tidak pernah cerita, dia sendiri tidak pernah bertanya.
Molly tidak sekolah, ayahnya bilang sekolah hanya untuk orang tolol, sedangkan menurutnya Molly sudah pintar. Tapi dalam hati ia memendam hasrat ingin jadi orang tolol supaya dia bisa belajar, bisa sekolah seperti anak-anak lain seusianya yang tidak sepintar dia.
Meskipun yang berbicara itu bukan ayahnya, tapi Molly menurut saja. Molly memiliki dua ayah, menurutnya ayahnya adalah ayah yang tidak sedang memegang botol, bermuka merah, dan dia juga tidak berjalan sempoyongan apalagi melempar botol ke tembok atau ke arah dekat ibunya. Itu hanya orang lain yang menumpang badan ayahnya. Akan lebih mudah jika Molly berpikir begitu, karena dengan begitu ia tidak benar-benar kehilangan ayahnya.
 
Rumah itu selalu berisik entah ayah dan ibu nya yang sibuk berebut suara, mengapa mereka selalu berebut saat berbicara ? bukankah kalau mereka saling berteriak seperti itu tidak akan ada yang benar-benar mendengarkan apa yang mereka katakan ? pikir Molly. Molly tidak mengerti orang dewasa pikirnya.
Molly benci berada di rumah. Ibu dan ayahnya selalu menariknya dirinya ke berbagai arah. Lihat itu ibu lihat itu ayah kamu, dengar kan kamu apa kata ibu kamu, ayah kamu. Molly muak. Tapi semuak-muaknya dia tidak menangis, bukan karena tidak mau, dia tidak bisa.
Biasanya saat perasaannya sedang meluap luap dan tidak ada yang bisa diharapkan, ia akan ke belakang rumahnya. Itu juga yang akan dilakukannya malam ini. Disitu terdapat pohon tua yang tinggi dan besar. Dia senang duduk dibawah pohon dan berbicara dengannya. Tentu saja pohon tidak bisa berbicara. Oleh karena itu Molly sendiri yang menjawab dirinya sendiri. Dia menamai pohon tersebut sycamore.
 
“Sycamore, sycamore, sycamore..”, bisiknya sambil memeluk pohon gagah tersebut.
"Mengapa ayah ibuku selalu bertengkar, Sycamore ? aneh rasanya gambaran di jendela rumahku berbeda dengan rumah-rumah lain. Mereka rutin sarapan bersama, ayah mereka bekerja, ibu mereka membersihkan rumah. Aku ingin rumah yang seperti itu, Sycamore. Aku ingin rumah yang hening, karena di dalamnya mereka saling tersenyum bukan saling berteriak. Aku ingin ayahku bisa berjalan dengan benar tanpa sempoyongan jadi dia tidak harus selalu menjatuhkan kopinya di atas karpet. Aku ingin ibuku menutupi dadanya seperti ibu-ibu di rumah lain yang menutupi dadanya dengan kerudung walaupun mereka memakai kaos bukannya baju panjang."
"Tapi kita tidak bisa memaksa juga ya, Sycamore. Apapun yang terjadi aku tetap berhutang pada mereka, karena mereka yang melahirkan aku, iya kan Sycamore ? itu kata orang-orang. Aku bingung . Sampai kapan aku harus berhutang pada orang tua ku? Apakah dengan mereka melahirkan aku, aku tidak berhak untuk memohon kasing sayang mereka ? setidaknya untuk tersenyum saat aku masuk ke ruangan ?"
"Dulu ayah dan ibuku tidak seperti itu, kami semua bahagia. Sampai pada hari dimana kata ayah, kita susah, kita hidup susah, kita tidak punya uang. Kata ibu ayah kehilangan pekerjaannya, karena orang-orang lebih memilih mesin daripada manusia. Kita butuh uang, makanya ibu harus bekerja."
"Aku bingung Sycamore, kenapa orangtuaku bisa berubah karena uang. Segitu kuatkah uang ?Yang aku lihat uang hanyalah selembar kertas. Kalaupun memiliki nilai, itu hanyalah persepi bukan ? orang bisa gila jika kehilangan uang, tapi orang tidak gila saat jauh dari Tuhan. Apakah itu berarti orang-orang menuhankan uang ?".
"Aku tidak mengerti sycamore, bahkan aku tidak mengerti Tuhan, jujur. Bahkan aku tidak bisa meraih Dia. Aku tidak mengerti sycamore.. aku tidak mengerti..".
Lalu Molly pun tertidur di bawah pohon.. Sycamore melingkarkan dahan dan daunnya, melindungi Molly dari dinginnya udara malam. Sycamore adalah sahabatnya, dia diam saat mendengarkan, memeluk saat Molly lemah.
 
Sybil, 'B' 

No comments:

Post a Comment